Minggu, 26 Desember 2021

Doktrin Yang Mematikan Akal

 Doktrin Yang Mematikan Akal 


Oleh : Rahmat Taufik Tambusai


Dalam satu acara jamuan syukuran, saya kebetulan satu meja dengan salah seorang tamu. 


Disela sela obrolan, beliau bertanya kepada saya, bapak alumni mana ? lalu saya jawab singkat, alumni Al Azhar pak. 


Kemudian bapak tersebut menimpali, alumni madinah lebih original dan lebih asli, dengan santai saya balik bertanya, asli bagaimananya pak ? lalu dijawabnya, di sana diturunkan Al Quran dan dipraktekkan sunnah nabi, maka alumni madinah lebih asli.


Lalu saya bertanya, yang membawa ajaran nabi setelah nabi meninggal siapa pak ? 


Dengan semangat bapak tersebut menjawab, para sahabat nabi, lalu saya lanjutkan pertanyaannya, apakah semua sahabat nabi menetap di madinah setelah nabi wafat ?


Sampai pertanyaan ini, bapak tersebut diam membisu dengan muka bingung.


Lalu saya sampaikan, kalau seandainya para sahabat nabi semuanya menetap dan meninggal di madinah wajar dikatakan alumni madinah lebih asli, karena para sahabat tidak ada yang keluar dari madinah, hanya mengajar di madinah sampai wafat, kemudian diteruskan ulama setelahnya sampai wafat pula disana, tetapi kenyataannya setelah nabi meninggal para sahabat bertebaran di muka bumi.


Seperti Muaz bin jabal, Bilal bin rabah, Ibnu abbas dll, mereka tidak menetap di madinah setelah nabi meninggal, Muaz bin jabal dan Bilal bin rabah ke damaskus, Ibnu abbas ke Thaif, apakah yang mengambil ilmu dari mereka tidak dikatakan asli lagi ? Sedangkan mereka mengambil ilmu langsung dari nabi, atau karena mereka tidak menetap di madinah sehingga membuat ilmu mereka tidak asli lagi ?


Anak keturunan nabi, semenjak terjadi pembantaian di karbala, mereka dikejar - kejar, hampir seluruh mereka mencari daerah yang  paling aman.


Ada yang ke yaman, ada yang ke mesir, ada yang ke syuria, maroko dll, apakah disebabkan mereka tidak tinggal di madinah membuat ilmu mereka tidak original lagi ? padahal mereka mengambil ilmu tersebut dari ayah mereka yang keturunan langsung dari nabi.


Nafisah binti Hasan bin Zaid bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib, dari namanya jelas keturunan nabi, salah seorang guru imam Syafii, yang menetap dan meninggal di mesir. Apakah ilmu yang di mesir tidak asli ?


Dan termasuk Syekh Al Azhar hari ini Syekh Ahmad Thayib merupakan anak keturunan Rasulullah.


Kemudian saya tanya kembali, yang bapak maksudkan, alumni madinah zaman nabi atau zaman sekarang ?


Kalau zaman nabi sudah jelas original dididik langsung oleh nabi, yang disebut dengan para sahabat nabi, para sahabat mengajarkan kepada para tabiin, para tabiin mengajarkan kepada ulama mazhab, dan dilanjukkan oleh murid mereka sampai kepada ulama kita pada masa kini.


Maka sanad ilmu yang seperti ini tetap dikatakan asli, walaupun mereka mengambil ilmu tersebut dari sahabat yang tidak tinggal di madinah, karena ilmu mereka bersumber dari nabi.


Kalau yang bapak maksud alumni madinah zaman sekarang, berarti bapak telah didoktrin dan termakan doktrin orang - orang yang tidak bertanggung jawab.


Ini yang disebut dengan doktrin mematikan akal.


Nabi tidak pernah menjadikan kota madinah sebagai ukuran asli atau tidak aslinya ajaran beliau.


Kalau seandainya madinah menjadi ukuran asli atau tidak aslinya ajaran nabi, maka para sahabat dan ulama akan berbondong - bondong untuk tinggal menetap di kota madinah sampai mati.


Dan para ulama tidak pernah menjadikan orang madinah sebagai standar keilmuan seseorang, jikalau dijadikan orang yang hidup di madinah sebagai standar keilmuan seseorang, maka yang paling layak untuk diikuti Imam Malik pendiri mazhab maliki, sebab beliau lahir, besar dan wafat di madinah, sehingga digelar dengan imam darul hijrah, imam tempat hijrahnya nabi.


Kalau yang bapak maksudkan pemahaman yang dikembangkan oleh alumni madinah hari ini, maka bapak sudah terjerumus kepada fanatik buta.


Tidakkah bapak tau, pemahaman yang mereka bawa, bukan dari ulama madinah, tetapi dari ulama najd, Syekh Muhammad bin abdul wahhab, bin Baz, Usaimin, Sholeh fauzan dan dari albania Syekh Nasiruddin albani. Dan setahu penulis tidak ada satu pun dari keturunan Nabi.


Yang membawa pertama paham tersebut, tidak ada yang asli madinah, kecuali ditingkat murid - murid mereka. Jadi alumni madinah yang mana bapak maksud ?


Kemudian saya sampaikan, kalau alumni madinah lebih asli, maka jangan pernah pakai kitab - kitab ulama yang bukan alumni madinah, jangan pakai kitab hadits shahih bukhari, muslim dll kitab tafsir ibnu kasir, thabari dll kitab fiqih Syafii, Hanafi, Hanbali dll karena mereka bukan alumni madinah.


Untuk bapak ketahui, salah seorang alumni S3 madinah, menceritakan kepada kami pada tahun 2003, bahwa kampus madinah baru membuka program doktoral jurusan bahasa arab, dan hampir semua dosennya diambil dari Al Azhar mesir. Terus original yang mana bapak maksud ? sedangkan dosennya semuanya dari luar madinah.


Istilah jurusan Syariah, Usuluddin, Hadits, Tafsir dll awal pertama yang mencetusnya universitas Al Azhar pak, yang lainnya mengikuti.


Terakhir saya sampaikan, saya tidak benci alumni mana pun, termasuk alumni madinah, yang saya sangkal tadi adalah menjadikan daerah atau tempat sebagai standar keaslian ilmu dan ajaran islam, karena nabi tidak pernah menyampaikannya. karena nabi tidak pernah menyampaikan, maka Ini bidah baru yang diada - adakan.


Jika ini yang dikembangkan maka akan melahirkan generasi yang fanatik buta, yang akhirnya menyebabkan akalnya mati.


Tidak mau membaca sejarah dan belajar kepada banyak ulama, yang hanya mencukupkan diri dengan apa yang didoktrin oleh gurunya.


Akibat yang lebih besar adalah merusak ilmu dan ajaran nabi muhammad, karena akal sudah mati disebabkan doktrin dan fanatik buta.


Dalu - dalu, Selasa 21 desember 2021

Selasa, 21 Desember 2021

ISLAM masuk ke JAWA sudah lama

 Jalan Panjang Islamisasi Jawa

© Ni’mat Al Azizi

.

Agus Sunyoto dalam Atlas Walisongo mengemukakan sebuah teori bahwa Islam baru diterima oleh penduduk Jawa setelah 800 tahun sejak kedatangannya. Ia mengatakan bahwa sebenarnya islam sudah datang ke Jawa sejak abad pertama Hijriyah atau sekitar abad ke 7 Masehi. Sebagaimana yang dikemukakan oleh WP Groeneveldt dalam bukunya “Nusantara Dalam Catatan Tionghoa”, juga menyatakan bahwa sebenarnya orang-orang Islam sudah tiba di Jawa pada Abad 7 masehi atau pada abad pertama hijriyah.

.

Dalam bukunya, Groeneveldt mengatakan, berdasarkan catatan Dinasti Tang disebutkan bahwa pada tahun 674 M atau abad 7 M, ada orang-orang Ta-shi yang datang dari barat ke negeri Holing. Ta-Shi adalah penyebutan orang-orang Cina untuk menyebut orang Arab/Islam. Dan Holing adalah sebutan untuk Kalingga (daerah sekita Jepara). Dalam catatan Dinasti Tang tersebut, dikatakan bahwa orang-orang Ta-shi berniat untuk melakukan serangan terhadap Holing. Namun sebelum melakukan serangan, orang-orang Ta-Shi terlebih dahulu melakukan survey terhadap situasi dan kondisi negeri Holing.

.

Setelah beberapa lama tinggal di negeri Holing, orang-orang Ta-shi mendapati bahwa penduduk negeri Holing adalah rakyat yang sangat patuh terhadap pemimpinnya. Mereka dipimpin oleh seorang perempuan yang bernama Ratu Shima. Kenapa penduduknya sangat patuh terhadap Ratu Shima? Karena Ratu Shima merupakan pemimpin yang sangat adil, sehingga rakyatnya sangat mencintai pemimpinnya tersebut. Kepatuhan tersebut tercermin dalam kepatuhan mereka terhadap aturan/UU yang dibuat oleh Ratu Shima. Diantara undang-undang yang berlaku pada waktu itu adalah semua penduduk tidak boleh menyentuh atau mengambil barang milik orang lain. 

.

Untuk menguji apakah benar penduduk Holing sangat patuh terhadap aturan tersebut, kemudian orang Ta-Shi meletakkan satu wadah yang berisi perhiasan emas dipinggir jalan. Setelah beberapa lama, ternyata penduduk Holing tidak ada yang menyentuh perhiasan tersebut. Namun kemudian, ternyata ada seorang putra mahkota yang menyepak perhiasan tersebut, yang sebenarnya bertujuan untuk menyingkirkan perhiasan tersebut karena menghalangi jalannya. Mengetahui putra mahkotanya bertindak seperti itu, Ratu Shima pun marah, namun aturan tetap ditegakkan, putra mahkota pun akhirnya dihukum dengan di potong kakinya. 

.

Melihat peristiwa seperti itu, orang-orang Ta-shi akhirnya membatalkan niatnya untuk menyerang negeri Holing dan kembali ke barat. Diketahui bahwa Kedatangan orang-orang Ta-Shi ke negeri Holing sezaman dengan kepemimpinan Khalifah Muawiyah bin Abu Sufyan. Catatan ini menjadi petunjuk bahwa kedatangan orang-orang Islam ke pulau Jawa sudah dimulai pada abad pertama hijriyah. Namun, kita tidak mengetahui proses kelanjutan dari peristiwa tersebut, jejak kedatangan orang-orang Ta-shi tidak diketahui kelanjutannya.

Profesor Sucipto Wuryosuprapto juga menemukan, dalam penelitiannya yang dilakukan terhadap dua naskah yang berasal dari kerajaan Kediri pada Abad 12 M. Dua naskah tersebut adalah Kakawin Gatotkacasraya dan Kakawin Baratayudha yang ditulis oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh. Kedua naskah tersebut masih menggunakan bahasa jawa kuno, tapi anehnya dalam kedua naskah tersebut ditemukan ungkapan-ungkapan yang diserap dari bahasa arab. Sehingga Prof Sucipto berkesimpulan bahwa di masa itu dimungkinkan ada interaksi yang terjadi antara orang-orang arab dengan penduduk jawa. Karena tidak mungkin kosa kata bahasa jawa kuno bisa dimasuki kosa kata bahasa arab kecuali pada waktu itu telah terjadi interaksi yang sangat intens.

.

Pada akhir abad ke-13, Marcopolo seorang penjelajah Eropa yang kembali dari Cina mengatakan bahwa saat kapal yang ditumpanginya singgah di Pantai Sumatera dan Pantai Utara Pulau Jawa. Ia melihat penduduk dimana dia singgah terbagi atas tiga golongan masyarakat: kaum muslim Cina, kaum muslim Persia- Arab, dan penduduk pribumi yang masih memuja roh-roh. 

.

Dalam catatan Cheng Ho, yang pernah tujuh kali melakukan muhibahnya ke Nusantara, juga mengatakan bahwa ajaran Islam belum dianut oleh kalangan pribumi. Ketika muhibahnya yang ketujuh pada tahun 1433 Masehi. Ma Huan yang ikut dalam kunjungan Cheng Ho ketujuh mencatat, bahwa penduduk yang tinggal di sepanjang pantai utara Jawa terdiri atas tiga golongan: muslim Cina, muslim Persia- Arab, dan pribumi yang masih kafir, memuja roh-roh dan hidup sangat kotor. 

.

Dari beberapa catatan ini kita bisa menyimpulkan, bahwa sejak kehadirannya ke Nusantara sejak abad ke 7 sampai abad ke 15 masehi. Ada rentang waktu sekitar 8 abad dimana islam belum dianut secara besar-besaran oleh penduduk Jawa. Berdatangannya orang-orang islam dari Arab, Persia, dan China yang mayoritasnya adalah pedagang. Ternyata tidak otomatis diikuti oleh penyebaran agama Islam secara massif di kalangan penduduk pribumi. Ini tentu menjadi sebuah pertanyaan besar, kenapa pada rentang waktu 8 abad tersebut penduduk jawa belum mau memeluk islam?

Padahal sebenarnya pada abad 11 M, sebagaimana Sejarah yang kita pelajari di sekolah, terdapat makam Fatimah binti Maimun di Leran Gresik. Ini menjadi bukti bahwa islam sudah masuk ke Pulau Jawa pada abad 11 M. Makam Islam tertua lainnya adalah makam Syaikh Syamsuddin al-Wasil atau Sulaiman Wasil Syamsuddin, yang terletak di kompleks makam Setana Gedong, Kediri. Syaikh Syamsuddin al-Wasil yang dikebumikan di makam Setana Gedong diyakini merupakan salah satu  ulama besar yang hidup pada abad ke-12. Dimana pada waktu itu bersamaan dengan berkuasanya Prabu Jayabaya dari Kerajaan Kediri. Tidak heran, Pujangga Ranggawarsitha dalam seratnya menarasikan bahwa Syekh Syamsudin atau Syekh Syamsuzen merupakan Guru dari Prabu Jayabaya. Syekh Syamsuzen inilah yang disebut mengajarkan Prabu jayabaya ramalan-ramalan tentang Jawa dimasa depan.

.

Kalau sudah ada bukti tentang datangnya orang-orang Islam ke Kalingga pada abad ke 7 dan juga terdapat makam Fatimah binti Maimun pada abad ke 11, kenapa masih jarang penduduk Jawa yang menganut islam? Dan kenapa islamisasi massif baru terjadi pada abad 15 setelah era Walisongo? 

.

Untuk menjawab pertanyaan ini, menarik apa yang disampaikan oleh Pak Agus Sunyoto, kenapa islam baru bisa dipeluk oleh penduduk Jawa setelah Era Walisongo. Beliau mengatakan bahwa sebenarnya mayoritas penduduk Jawa memeluk agama/ajaran Kapitayan. Sementara agama Hindu-Budha hanya dipeluk oleh kalangan bangsawan kerajaan. Kapitayan merupakan kepercayaan purba yang ada di sekitar Asia Tenggara termasuk di pulau jawa. Ajaran Kapitayan ini mempunyai ajaran Tauhid yaitu mentauhidkan Sanghyang Taya. Dan peribadatannya pun mirip dengan Islam, mereka sembahyang di tempat yang disebut Sanggar. Dilakukan dengan Tu-lajeg (berdiri tegak), menghadap Tutu-k (lubang ceruk), kemudian ber swa-dikep (dengan kedua tangan bersedekap). Kemudian dilanjutkan dengan posisi Tung-kul (membungkuk memandang ke bawah), lalu dilanjutkan dengan posisi Tu-lumpak (bersimpuh dengan kedua tumit diduduki). Peribadatan ini diakhiri dengan posisi To-ndhem (bersujud).

.

Pak Agus Sunyoto lebih lanjut mengatakan bahwa ajaran Kapitayan ini disatu sisi menjadi penyebab kenapa Islam sangat sulit untuk diterima oleh penduduk Jawa. Karena penganut ajaran ini awalnya salah paham terhadap ajaran Islam, mereka mengira orang Islam menyembah batu (Kakbah). Namun setelah era Walisongo, yang memahami betul apa itu agama/ajaran Kapitayan, para wali pun akhirnya bisa menjelaskan apa itu Islam yang sebenarnya. Walaupun orang islam menghadap Kakbah ketika sholat, tapi bukan berarti orang Islam menyembah Kakbah. 

.

Para Wali juga bisa menjelaskan tentang siapa sebenarnya Sanghyang Taya yang dijadikan sesembahan utama agama Kapitayan ini. SangHyang Taya yang bermakna Hampa, Kosong, Suwung, atau Awang-uwung. Taya yang bermakna Absolut, yang tidak bisa dipikir dan dibayang-bayangkan, tidak bisa didekati dengan pancaindra. Orang Kapitayan mendefinisikan Sanghyang Taya dalam satu kalimat “tan kena kinaya ngapa” alias ‘tidak bisa diapa-apakan keberadaan-Nya’. Oleh para Wali dijelaskan, bahwa sejatinya sesembahan yang benar sesuai deskripsi orang Kapitayan adalah Allah. Tuhan yang Maha Esa, Tuhan yang tidak bisa dilihat, dan tidak ada yang serupa dengan-Nya. 

.

Setelah mendapatkan penjelasan tentang Islam dengan benar oleh para Wali, akhirnya banyak penduduk Jawa yang berbondong-bondong masuk islam. Ajaran Kapitayan yang sebenarnya mirip dengan Islam, memudahkan migrasi agama ini. Sebelum Islam datang, penduduk Jawa sudah mengenal apa yang disebut Ngundhuh wohing pakarti, artinya memetik buah akibat perbuatan. Perbuatan baik maupun buruk semua akan mendapat balasan. Falsafah jawa ini mirip apa yang dijelaskan dalam QS Al-Zalzalah ayat 7 dan 8. Sebelum penduduk Jawa mengenal innalillahi wainna ilaihirajiu’un, mereka sudah tahu Sangkan Paraning Dumadi. Yaitu pengetahuan tentang "Dari mana manusia berasal, untuk apa manusia hidup dan akan kemana setelah kematian." 

.

Faktor yang tidak kalah penting dalam Islamisasi Jawa adalah fakta bahwa para anggota Walisongo adalah merupakan keturunan Bangsawan. Anggota Walisongo yang berkedudukan sebagai bangsawan Majapahit, membuat islam mudah diterima oleh penduduk Jawa. Ini terkait dengan struktur hierarki sosial yang ada pada masyarakat Jawa pada waktu itu, bahwa orang asing apalagi pedagang merupakan kasta yang lebih rendah dari kasta Sudra. Penduduk Jawa tidak mau memeluk agama yang dibawa oleh seorang yang memiliki kasta lebih rendah dari mereka. Ini sekaligus menjawab asumsi bahwa Islam dibawa oleh para pedagang. 

.

Akhir kata, dari fakta-fakta diatas, sebenarnya Islam masuk ke Jawa sudah berlangsung sangat lama. Dan bisa dengan mudah diterima oleh penduduk jawa setelah Era Walisongo yang berkedudukan sebagai bangsawan Majapahit dengan membawa Islam yang sudah matang. Yang mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan Tentang Konsep Tauhid yang dipeluk oleh penduduk Jawa Pra-Islam.

.

Wallahu’alam bisshowab…

Kamis, 09 Desember 2021

Analisa opdel

 ANALISA OPERASI DELIMA


1. Deputi VII BIN Wawan Hari Purwanto membantah Operasi Delima.


2. Analisa ini tidak bermaksud menyudutkan pihak manapun.


3. Sesuai dengan pernyataan Deputi VII Bidang Komunikasi BIN, Wawan Hari Purwanto :


Ia meminta kepada publik bahwa jika ada orang yang mengaku-aku dari BIN silakan dilaporkan kepada yg berwajib. 


"Biar jelas dan tuntas secara hukum dan tidak digoreng di panggung opini publik"


Analisa ini dibuat sebagai hak jawab publik terhadap bantahan BIN tentang Operasi Delima yang telah terungkap di Markaz Syariah Megamendung.


Hal ini perlu dilakukan agar ada pemberitaan yang berimbang.

 4. Untuk memulai analisa ini, kami cukup mengambil 1 data yang dimiliki oleh Serka Dwi Waryadi.


1 dari 3 Anggota BIN yang terungkap di Megamendung. 


Mitsubishi Xpander menggunakan Plat Nopol Palsu F 1235 KA.


5. Plat Nopol aslinya adalah B 1528 COZ.


Sesuai STNK yg dimiliki Freska Amalia yang beralamat di Jl. Krakatau V No. 76.


Alamat tersebut juga digunakan Dwi Waryadi pada KTP dan SIM C.


Dengan kata lain Dwi Waryadi dan Freska Amalia menempati alamat yang sama.


6. Lalu siapakah Dwi Waryadi ? 


Dan apa kaitan dengan Operasi Delima ?


Selain Kartu Anggota BIN dan KTP, ditemukan juga Kartu Anggota TNI AD milik Serka Dwi Waryadi.


7.  Sampai disini sudah dapat disimpulkan Serka Dwi Waryadi adalah Anggota BIN, yang dibuktikan dengan beberapa Kartu identitas yang sudah tervalidasi.


- KTP atas nama Dwi Waryadi

- Kartu Anggota TNI AD/Kesatuan BIN atas nama Dwi Waryadi

- Kartu Anggota BIN atas nama Dwi Waryadi

Ditemukan juga Surat Bukti Pemotongan Pajak atas nama Serka Dwi Waryadi.


Dalam keterangan Surat Bukti Pemotongan Pajak, tertulis jelas nama Serka Dwi Waryadi dengan Jabatan BA Mabes TNI ( BIN ).


9. Dwi Waryadi sendiri mempunyai beberapa identitas lain, seperti KTP, Kartu Jurnalis, Kartu Karyawan, SIM A dan C atas nama berbeda. 


Dan sudah rahasia umum  seorang Intelijen menggunakan banyak identitas palsu dalam penyamarannya.



10. Berikut salah satu contoh kasus pelaku yang mengaku Anggota BIN, dan akhirnya ditangkap Pihak Berwajib.


Jika BIN membantah 3 Anggota BIN yg tertangkap di Megamendung adalah GADUNGAN, lantas mengapa tidak ada tindakan untuk menangkap mereka ?


youtu.be/sDqmosejLm4


11. Semoga dengan analisa sederhana ini publik dapat menyimpulkan, fakta yang sebenarnya terjadi. 


Seperti yang di ungkapkan HRS dalam Pleidoi nya.


Hal seperti ini harus dijelaskan ke Publik, terlebih Operasi Delima ini terjadi 3 hari sebelum Pembantaian KM50.


#opposite6890

Senin, 22 November 2021

Pengkhianat negeri itu

 Kenapa Densus sarden takut Basmi Teroris sesungguhnya di Papua?

1. Memang Penakut (takut Mampus)

2. Takut Senjata Makan Tuan !


*Pengkhianat Oknum Polisi Jual Senjata ke Teroris OPM Papua cuma dihukum 10 Tahun Penjara,.. enak banget, HARUSNYA DIHUKUM MATI*

https://regional.kompas.com/read/2021/05/19/155229878/jual-senjata-api-dan-amunisi-ke-kkb-2-oknum-polisi-dituntut-10-tahun


*Oknum Polisi Beli Narkoba Usai Jual Senpi ke KKB Papua?*

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210224074807-12-610158/oknum-polisi-diduga-beli-narkoba-usai-jual-senpi-ke-kkb-papua


*Penjual Senjata ke Teroris OPM Papua Ternyata PENDETA, Kerap Transaksi di Dekat Gereja...*

https://t.co/yrUj6RVudc


*Pendeta Paniel Kogoya Jual Senjata M16 dan SS1 ke Teroris OPM Papua 1 Miliar !*

https://nasional.okezone.com/read/2021/04/20/337/2397777/terungkap-pendeta-paniel-kogoya-jual-senjata-m16-dan-ss1-ke-kkb-rp1-miliar


*Yang jual senjata dan amunisinya polisi / brimob.*

Jangan lihat pembelinya, tapi lihatlah penjualnya, *POLRI.*

Kamis, 18 November 2021

Istri Anung Al-Hamat Ungkap Kejanggalan Penangkapan Densus 88

 Istri Anung Al-Hamat Ungkap Kejanggalan Penangkapan Densus 88: Saya Bilang Sabar Ada Bayi, Mereka Langsung Masuk dan Acak-acak Seisi Rumah...


Dah seperti Komunis.. Perlu di pertanyaan kan jg ini aparat apa gerombolan Komunis.


Bahkan dlm proses penangkapan perlu hormati hak2 tuan rumah. Perlu taat hukum tidak perlu jadi barbar.


Model komunis, persis.


Densus 88 sangat jago bila mengacak-acak di luar Papua !


Cuma berani cari lawan rakyat sipil yg tdk bersenjata, sm OPM Papua Takut.


Densus 88 agen komunis, bubarkan saja!


Kekuatan dan kekuasaan di tangan mereka. Umat Islam walau mayoritas atau banyak cm jd bebek atau Rakyat biasa, spt buih ditengah lautan, yg kendalikan hukum & aturan rezim Islam phobia. Ayo segera bangkit jgn trs2n mau jadi bebek harus jd macan berkuasa.


Masalah Bangsa Negara sdh sangat komplek, sdh hancur di semua lini, solusinya cuma satu, sudahi rezim ini:

#TurunkanJokowi

#TakBecusUrusNegara

#lebihcepatlebihbaik

#HancurIndonesia


#lawanrezimjahat

#RapatkanBarisan

#SelamatkanIndonesia


https://t.co/CkujUTsnpF

Rabu, 17 November 2021

*PERNYATAAN HUKUM TIM ADVOKASI BELA ULAMA BELA ISLAM*

 *PERNYATAAN HUKUM TIM ADVOKASI BELA ULAMA BELA ISLAM*


*TENTANG*


*PROTES KERAS ATAS PENJEMPUTAN PAKSA USTADZ FARID AHMAD OTBAH DKK OLEH DENSUS 88*


Sebagaimana diketahui, pada Selasa 16 November 2021, Ustadz Farid Ahmad Okbah dijemput paksa oleh tim dari densus 88 Polri di kediamannya, di Perumahan Bulog, Jatisampurna, Bekasi. Selain menjemput paksa, sejumlah barang juga disita dan dijadikan barang bukti.


Selain ustadz Farid, turut ditangkap Densus 88 Dr Ahmad Zain An-Najah dan Dr Anung Al-Hamat. Hingga saat ini, tidak jelas kondisi ketiganya dan berada dimana.


Berkenaan dengan hal itu, Tim Advokasi Bela Ulama Bela Islam menyatakan :


*Pertama,* mengajukan protes keras kepala Polri selaku institusi yang membawahi densus 88 yang bekerja tidak profesional, tidak transparan, dan tidak mengedepankan due proces of law. Ustadz Farid dkk, adalah ulama yang kegiatannya jelas, berdakwah ditengah umat, memiliki alamat tinggal yang jelas sehingga jika diduga melakukan tindak pidana bisa didahului dengan surat pemanggilan, bukan main tangkap pada waktu subuh.


Narasi terorisme baik dikaitkan dengan Jemaah Islamiah maupun yang lainnya, tidak dapat dijadikan rujukan karena semua hanya berasal dari satu sumber. Sementara itu, akses terhadap pembelaan diri pada kasus terorisme selalu mendapatkan kendala karena dibatasi dengan narasi 'terorisme' sebagai ekstra ordinary crime. 


*Kedua,* mendesak kepolisian agar memberikan akses kepada keluarga dan tim advokat, untuk dapat menjalankan tugas pendampingan hukum sebagaimana telah diatur dan dijamin undang-undang. Narasi terorisme, tidak boleh melanggar hak dan kedudukan setiap warga negara untuk memperoleh perlakuan hukum yang sama didepan hukum dan mendapat akses bantuan hukum dari advokat sebagai penegak hukum yang membela dan melindungi kepentingannya.


*Ketiga,* menuntut kepada Polri untuk menjelaskan detail peristiwa dan dugaan dasar penangkapan yang dilakukan terhadap ustadz Farid Ahmad Okbah dkk. Densus 88 tidak boleh dan tidak diperkenankan melakukan penindakan dengan menyalahgunakan kekuasaan (abuse of power), dan tidak menghormati hak-hak dasar warga negara khususnya yang terkait dengan ulama dan umat Islam.


*Keempat,* mendesak agar pemerintah segera membubarkan densus 88. Kinerja densus selama ini alih-alih memberikan perlindungan dan ketentraman kepada umat Islam, densus 88 justru menimbulkan menebarkan teror dan ancaman, sekaligus ketakutan ditengah umat Islam.


Bekasi, 16 November 2021


Tim Advokasi Bela Ulama Bela Islam


Ismar Syamsuddin, SH MH


Ahmad Khozinudin, SH


Ricky Fattamazaya Munthe, SH MH

Rabu, 13 Maret 2013

Didesak Bubarkan Densus 88 BNPT Mulai Cari Muka

Didesak Bubarkan Densus 88 BNPT Mulai Cari Muka

BNPT Hipokrit Di Tengah Desakan Bubarkan Densus 88
Oleh : Abu Zahro
(Aktivis Islamic Revivalis di Indonesia)


VOA-ISLAM.COM - Pernyataan Ansyaad Mbai (BNPT) tentang UU Terorisme bisa juga diberlakukan di Papua, terkesan sebagai “bargaining” dan “carmuk” (baca = cari muka). Setelah sebelumnya muncul banyak desakan yang mempertanyakan ketidakadilan penyebutan “kelompok separatis” atau kelompok bersenjata di Papua bukan sebagai “teroris”. Di tengah tampilan kesalahan paradigma (definisi teroris), prosedur maupun tindakan yang biadab oleh densus 88, karena sebagian yang disebut teroris sebenarnya masih diduga teroris.


Meski sudah terbukti banyak korban yang berjatuhan baik dari TNI maupun Polri dalam kurun waktu yang lama dan beruntun tetapi penanganan kasus penembakan di Papua terkesan sangat hati-hati. Padahal secara faktual sudah jelas-jelas penembakan di Papua terindikasi ada kaitan erat dengan perjuangan untuk memisahkan diri dari wilayah RI. Ada Asing (AS) yang bermain pada kasus Papua. AS melakukan intervensi politik dengan halus. AS telah memberikan ruang gerak kepada para aktivis pendukung Papua merdeka (pro-M) seperti Herman Wainggai yang saat ini telah menetap di AS. Meski AS terkenal dengan negara superketat terkait kedatangan orang asing.


Dalam kasus Papua, AS tidak berdiri sendiri. AS berkolaborasi dengan Inggris, Belanda dan Australia. Hillary Clinton (Menlu AS) yang pada November 2 tahun lalu di Hawai (sebagaimana dilansir AFP 11/11/2011) mengatakan bahwa Pemerintah AS telah khawatir atas kekerasan dan pelanggaran HAM di Papua, sehingga pihaknya akan mendorong adanya dialog dan reformasi politik berkelanjutan guna memenuhi kebutuhan legal rakyat Papua ? (www.hankam.kompasiana.com). AS sering bermuka dua. AS bekerja sama dengan Australia untuk mengontrol separatis. Selain itu juga untuk melindungi kepentingan AS seperti Freeport. Lamban dan hati-hatinya sikap RI terhadap kasus Papua bisa dipahami karena bersinggungan dengan kepentingan Teroris Internasional/Teroris Dunia –Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya – yang telah menumpahkan darah kaum muslimin di berbagai negara.


Pernyataan Ansyaad Mbai bahwa kasus Papua itu bisa jadi dijerat dengan UU Terorisme bertentangan dengan apa yang dia sampaikan sebelumnya. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) itu memastikan tindakan kekacauan di Papua secara objektif dinilai sebagai aksi teror. Meski demikian, ia menegaskan teror tersebut tak terkait dengan terorisme internasional seperti yang dihadapi dunia saat ini. (Sinar Harapan.com). Juga bertolak belakang dengan yang disampaikan oleh Kepala Badan Intelijen Nasional (BIN) Letjen Marciano Norman yang menyebut sebagai “kelompok separatis bersenjata” pada kasus penembakan di Kabupaten Puncak, Papua beberapa waktu yang lalu. (Jumat, 22/02/2013 15:45 WIB, detik News). Sembilan orang yang ditangkap di Wamena akhirnya memang hanya dikenakan UU Darurat 12/1951 tentang kepemilikan bahan peledak dan senjata api. (Berita Satu. Com, Selasa, 02 Oktober 2012 | 16:22). Juga berseberangan dengan apa yang disampaikan oleh Menkopolhukam Djoko Suyanto yang menyatakan, tak perlu Instruksi Presiden (Inpres) Keamanan Nasional seperti yang dikemukakan SBY beberapa waktu lalu untuk menuntaskan masalah penembakan sekelompok orang bersenjata di Papua” . (Rabu, 27/2/2013, Liputan6.com, Jakarta).


Pengakuan rencana perubahan penerapan hukum atas kasus Papua dengan UU Terorisme yang pada akhirnya akan memberikan label kelompok separatis Papua sebagai Teroris oleh BNPT mengundang pertanyaan besar berbagai kalangan tentang apa maksud di balik pernyataan Ansyaad Mbai di tengah menguatnya desakan pembubaran Densus 88?.


Motivasi di balik sikap hipokrit BNPT



Ibarat sebuah permainan maka akan benar-benar diperhitungkan dengan teliti dan seksama siapa menyerang, kapan dan dengan strategi apa. Tetapi itu semua tidak merubah pemahaman dasar tentang bagaimana sebenarnya konteks perang melawan terorisme yang dimaksud oleh AS dan sekutu-sekutunya termasuk pemerintah Indonesia. Dalam konteks Indonesia dengan sistem thogut – Demokrasi – maka penting mendalami beberapa faktor dasar sebagai berikut :

Pertama, dokumen Badan Intelijen Nasional AS mendefinisikan terorisme adalah paham yang bercita-cita atau berkeinginan untuk merealisasikan Islam secara formal. Siapapun baik di dalam parlemen maupun di luar parlemen yang berkeinginan untuk menerapkan Islam kaffah secara formal maka termasuk kategori “teroris”. Ini sesuai dengan mindset yang disampaikan oleh Ansyaad Mbai baru-baru ini di Makassar, Rabu 06/03/3013 (Antara News), saat Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menilai bahwa UU Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme masih lemah dan belum mengikat sepenuhnya. Diantaranya menurut Ansyaad Mbai ajaran “Jihad” yang disinyalir telah menginspirasi dan menjadi kegiatan-kegiatan awal yang mengarah kepada terorisme belum bisa dijerat oleh UU. Padahal ajaran Islam kaffah tidak bisa dipisahkan dengan Syareah, Jihad dan Khilafah. Mindset Ansyaad Mbai memahami ajaran Islam sama persis dengan mindset negara Kafir Muharibban Fi’lan AS bersama sekutu-sekutunya memandang Islam.



Kedua, Jika benar UU Terorisme juga berlaku untuk kasus Papua maka akan berimplikasi tidak saja pada kaum muslimin. Tetapi juga non muslim. Sementara intelectual of reference yang dipergunakan untuk menjalankan Global War On Terrorism berasal dari frame of thingking intelijen AS yang jelas-jelas menembak sasaran kaum muslimin yang berseberangan atau tidak setuju dengan kebijakan-kebijakan AS di berbagai negara termasuk Indonesia dengan segala bentuk intervensinya. Di sisi lain AS sangat punya kepentingan terhadap Papua yang kaya dengan kekayaan alamnya. Ini senada dengan kegamangan Ansyaad Mbai ditanya tentang kemungkinan UU Terorisme berlaku untuk kasus Papua, di Makassar, Rabu, (06/03/2013).  Dia menyampaikan bahwa ini konsekwensi, daripada prinsip demokrasi yang harus di jalankan sebegaimana mestinya. "Pemerintah tidak bisa secara otoriter langsung memperlakukan hal itu karena agenda utama kita sebetulnya bukan soal teroris, tapi bagaimana mempertahankan proses demokrasi di negeri ini”, tandasnya. Berikutnya Ansyad menyampaikan bahwa tergantung situasi yang berkembang di Papua apakah akan diberlakukan di Papua yang bisa saja mengarah kepada aksi terorisme. Ketika berbicara soal Papua maka dia mengaitkannya dengan agenda demokrasi. Maka sah-sah saja atas nama demokrasi jika pada akhirnya Papua terus bergolak diperkuat oleh tekanan Asing (AS) kemudian mengajukan referendum (jejak pendapat) dan menyatakan diri sebagai Negara Papua Merdeka. Dengan kata lain apapun bentuk perlawanan di negeri yang menerapkan sistem thogut ini sampai dengan perjuangan pemisahan diri dari kesatuan NKRI tidak menjadi masalah. Asalkan tidak membawa kepentingan menerapkan Islam kaffah secara formal dalam penyelenggaraan kehidupan negara. Karena yang dimaksud dengan terorisme adalah terma sesuai dengan yang didiktekan oleh Kafir Muharibban Fi’lan (AS bersama sekutu-sekutunya) secara frame of intelectual maupun frame of politic.



Ketiga, Jadi statemen Ansyad Mbai bahwa dimungkinkan UU Terorisme bisa diberlakukan pada kasus Papua hanyalah sebagai strategi “Balancing of Psychology” saja di tengah desakan perlawanan terhadap kesewenang-wenangan, kebiadaban, kekejaman Densus 88 dan program deradikalisasi aqidah umat Islam ala BNPT yang benar-benar menikam dan merugikan umat islam. Yang mungkin dilakukan dalam konteks kasus Papua adalah dibuatnya “legal of frame” tersendiri biar tidak overlapping dengan kepentingan UU Terorisme sebagai legal aspect GWOT (Global War On Terrorim) alias GWOI (Global War on Islam). Legal of frame yang pernah disinggung oleh SBY beberapa waktu yang lalu dalam bentuk Inpres Keamanan Nasional dan disangggah oleh Menko Polhukam Djoko Suyanto dengan pertimbangan melihat perkembangan eskalasi politik yang terjadi terlebih dahulu. Pembuatan legal of frame tersendiri untuk kasus Papua akan memudahkan untuk melokalisir peta persoalan yang berada dalam domain perang melawan terorisme yang sejatinya perang melawan umat islam yang berkeinginan menerapkan islam secara kaffah. Dibedakan dengan domain perang melawan sempalan-sempalan non muslim yang selalu ada intervensi Asing seperti Australia dan Portugis di belakang Timor Leste. Dan AS dan Australia di belakang kasus Papua.



Jadi apapun yang disampaikan oleh Ansyaad Mbai representasi BNPT sesungguhnya merupakan cerminan garis kebijakan baku rezim yang menerapkan sistem thogut –demokrasi – di negeri ini terhadap GWOT sesuai dengan “frame of policy” negara-negara Kafir Muharibban Fi’lan (Amerika dan Eropa). Yang telah memicu konflik internasional berkepanjangan dengan sasaran negeri-negeri muslim. Termasuk di Indonesia. 


Biang dari segala bentuk kejahatan Internasional/Dunia di berbagai negeri-negeri muslim sesungguhnya perlakuan sewenang-wenang Barat mengintervensi dan menghancurkan kaum muslimin di berbagai negara dengan segala bentuk baik secara militer, politik, sosial budaya, ekonomi dan semua aspek kehidupan. AS bersama sekutu-sekutunya lah yang layak disebut sebagai “Bapak Terorisme Negara” yang menumpahkan darah kaum muslimin di berbagai negeri muslim. Negara yang patuh mengikuti “frame of policy” nya akan masuk ke dalam skenario penjajahan oleh Kafir Muharibban Fi’lan atas kaum muslimin yang berkeinginan untuk menjalankan keyakinannya –Al Islam – secara kaffah yang memuat ajaran syareah, jihad dan khilafah. Sebuah frame of policy yang melahirkan UU Terorisme, UU Pendanaan Terorisme, UU lain yang terkait, Institusi yang dilahirkan atas amanat UU itu (BNPT dan Densus 88), dan Policy Maker yang sudah mengkristalisasi dan mau menjadi underbow “frame of policy” Kafir Muharibban Fi’lan. 


Semakin terang dibukanya oleh Allah SWT segala bentuk makar musuh-musuh Allah. Dan sebaik-baik makar adalah Allah SWT. Semoga Allah SWT segera menurunkan Nashrullah-Nya dengan tegaknya syariat dan khilafah ala minhajin nubuwwah. Wallahu ‘alam bis showab. (Dari Bumi Pergolakan dan Musibah/Abu Zahro)